Thursday, January 7, 2016

Things my twins said : Sleep training

As a parent of twins toddlers obviously enforcing them to sleep in their own bed consistently is necessary. They have grown so much bigger anyway, we could not fit in my double bed mattress anymore!
But in reality it is so, so much harder. The arguments are endless and sometimes their reasoning is beyond hilarious, as in tonight scene:

Nandra came to our room, climbing up the bed, forcing to get inside between me and her father, exclaiming: "I want milk!"
Dad: "Okay I'll make you milk if you go back to your room."
Nandra agrees, but then she plays with my phone until it falls in her mouth and made her wailed. Her father tried comforting her, of which in this process she suddenly falls asleep (still in our bed). I didn't want to move her to her own bed yet because sometimes she would wake up during commotion (and I never ever want to wake a sleeping kid!).

In a few minutes Ditra came to our room, admittedly looking for her sister but got distracted by coins in my shelves and start playing with them. I forced to bring her back to her room. Similarly, she asked:
"I want milk!"
I tried to persuade her that she doesn't need milk, but since she had a nap at early evening it was more difficult to lull her back to sleep. So her father went down to make some milk, while I went back to my room to pray.

After giving the milk to Ditra, her father said: "Okay, now drink your milk and then go to sleep. I want to go back and sleep too."

Ditra: "You can sleep here too, Daddy." (innocently)
Dad: "No, I want to go back to my room."


Ditra (sighing) and reply: "But why nobody wants to join me?"





Surely after this tactic, Dad (burst into laughter inside) finally give in: "Okay then dear, I'll sleep with you."


And there goes our sleep training tonight. Better luck next time!




Tuesday, June 16, 2015

Toilet training tips for twins (part 1)


Toilet trained kids are parents' biggest successes. Tapi prosesnya sungguh merupakan mimpi buruk orang tua.

Saya mulai serius menerapkan training untuk anak-anak pada tahun lalu, ketika mereka berumur 2 tahun 9 bulan. Sebelumnya kadang saya terapkan, kadang tidak. Hasil dari training 'nggak serius' ini hanyalah perasaan deg-degan saya terbirit-birit menggendong mereka ke toilet setelah hampir ngompol entah di mana-mana. Si kembar hanya bisa bilang kalau sudah pipis, bukan kalau mau pipis. Bikin stress dan bikin cucian numpuk, yang ujung-ujungnya mereka kembali saya pakaikan pampers.

Tahun lalu ketika kami pindah ke Inggris, guru nursery si kembar bilang kalau pada umur empat tahun si kembar harus sudah toilet trained, kalau tidak mereka tidak akan diterima di reception (semacam pra-SD). Akibat kepepet inilah, maka saya pun mulai membuat resolusi: di umur 3 tahun mereka sudah harus toilet-trained.

Setelah mempelajari berbagai macam resources tentang cara toilet training, saya berkesimpulan bahwa hanya ada satu cara efektif, yakni langsung lepas pampers sama sekali. Yang kedua, saya tidak menggunakan potty, tapi langsung mengajar mereka ke toilet dengan menggunakan toilet seat. Walaupun toilet di rumah kami hanya ada di lantai dua dan harus naik tangga dulu, tapi saya pikir ini membuat saya tidak harus membersihkan terlalu banyak barang. Yang ketiga, awalnya saya tidak menggunakan sistem reward seperti stiker atau kue sebagai gimmick ketika mereka (misalnya) berhasil pipis/pup di toilet. Alasannya sederhana saja, awalnya saya merasa harusnya itu bukan sesuatu yang harus diberi reward, tapi sesuatu yang normal dan dilakukan semua orang dan harus mereka pelajari.

Sebagai pengganti pampers, untuk beberapa hari pertama saya pakai training pants Mothercare yang cukup menyerap. Sayangnya si kembar tidak suka pakai training pants dan saya harus melewati sesi nangis-nangis drama setiap kali pakai training pants. Saya pun mengganti strategi dan membeli celana dalam biasa tapi dengan motif yang disukai anak, seperti motif Frozen atau princess Sofia. Celana ini saya jadikan iming-iming pengganti reward di atas, seperti: 'kalau pipis di celana sayang kan kita harus ganti celana princess Sofia-nya, makanya pipisnya di toilet yaa'. Strategi ini kadang berhasil untuk membujuk Ditra yang tidak suka kotor dan suka benda-benda yang cantik-cantik. Tapi buat Nandra yang cuek tingkat keberhasilannya tetap rata-rata, alias suka-suka dia.

Selain celana dalam cantik, yang pertama saya beli adalah dingklik alias kursi kecil untuk dipakai kembar naik ke toilet. Ternyata ini adalah alat yang sangat penting dan menunjang kemandirian, karena membuat mereka bisa meraih berbagai permukaan di kamar mandi selain toilet. Bisa ambil sikat gigi sendiri, masuk ke bath tub sendiri, naik ke toilet sendiri dan seterusnya. Karena toiletnya terjangkau, mereka jadi lebih mudah dan tidak malas pergi ke toilet.

Bulan pertama, si kembar pipis dimana-mana. Everywhere. Termasuk di sekolah, di taman, di luar rumah, di dalam rumah, di berbagai permukaan, sofa, karpet, dan kayu. Betapapun seringnya kami meneror dengan omongan 'mau pipis ngga?' tiap 5 menit, setiap kali bapak ibunya lengah mereka pipis di celana. Ditra sebagai yang tidak suka kotor akan menangis keras-keras tiap kali dia ngompol dengan penuh drama. Sebaliknya, Nandra cenderung cuek kalau sudah ngompol, dan malah bergerak dan menyebarkan pipisnya kemana-mana. Saat bisa bernafas lega hanyalah ketika mereka saya pakaikan pampers di malam hari.

Untuk tahap ini, tipsnya hanyalah: sabar dan lindungi rumah anda! saya siapkan penghilang noda karpet dan setumpuk lap dari kaos bekas di rumah sehingga siap digunakan tiap kali terjadi 'accident'. Setiap kali mereka tidak pipis di tempatnya, kami akan mengatakan 'pipis di toilet, bukan di celana' berulang-ulang sebagai upaya cuci otak. Seluruh kasur kami alasi mattress protector dari bahan plastik anti air,  supaya kalau tidur siang mereka ngompol tidak kena kasur. Yang menarik, kalau kami sedang pergi mereka justru jarang ngompol, mungkin karena rasanya lebih enak ya pipis di rumah hahaha. Pada tahap ini, si kembar juga masih pup di celana, sehingga lengkaplah penderitaan kami.

cerita berikutnya lanjut ya ke part 2 :D

Merawat anak step di Inggris




















Si kembar dari kecil sering sakit. Mungkin karena daya tahan tubuh mereka yang lebih rendah akibat kelahiran prematur, tapi sejak umur enam bulan mereka bisa menghabiskan beberapa hari di rumah sakit (karena diare, flu, hingga step) setiap 2-3 bulan sekali. Setiap kali panas dan mereka (sekiranya akan) step, kami akan langsung ke klinik/RS terdekat dan ketika mereka step akan diberikan obat stesolit melalui (maaf) pantat. Masalah step ini menjadi horor terbesar buat saya dan Anto. Hingga usia dua tahun, Nandra sudah 4x step dan Ditra sudah 3x step, seluruhnya pada suhu sekitar 38,5 ke bawah.

Ketika kami pindah ke Inggris, resiko step anak menjadi momok utama, apalagi dokter luar negeri selalu diisukan 'pelit obat'. Kami berusaha membawa obat yang sekiranya akan dibutuhkan anak kami, mulai dari obat flu, obat batuk, obat pelega pernapasan, obat panas, obat stesolit, dan lain-lain (berdasarkan segala sejarah pengobatan anak-anak kami).

Belum sebulan di Inggris, Nandra panas (sepertinya akibat perubahan cuaca dari autumn ke winter). Di hari kedua dia panas dia step ketika kami mau berangkat ke dokter pada gendongan saya. Saya otomatis masukkan tangan ke mulutnya dan minta tolong kakak saya memanggilkan ambulan. Tidak sampai 5 menit ambulannya langsung datang dan Nandra langsung ditangani dua paramedik yang kemudian membawanya ke RS untuk check-up lebih lanjut. Dari sinilah kemudian saya mengetahui betapa berbedanya cara penanganan step di Inggris dan Indonesia.


Kalau anak panas, dokter Inggris akan menyuruh anda membuka SEMUA baju anak  dan membiarkannya tanpa selimut (seperti foto Nandra main dengan mainan rumah sakit di atas). Dokter tidak akan memberi obat apapun kecuali obat sapu jagad (paracetamol dan ibuprofen)untuk diberikan setiap empat jam, kecuali kalau ada diagnosis infeksi seperti tenggorokan merah atau infeksi paru seperti nafas berbunyi.Ketika nandra panas lagi setelah step namun jatah obat paracetamolnya sudah habis (saking seringnya panas turun seharian) suster meletakkan anak saya di bawah AC kamar dan membuka jendela di kala winter. Kalau bisa malah direndam di air dingin katanya (tapi saya tolak). Logika dari ini adalah menurut mereka step terjadi karena temperatur tubuh naik terlalu cepat. Sehingga perlu upaya eksternal yang membuat tubuh sulit menaikkan suhu. Kalau di Indonesia, step terjadi karena panas yang tidak merata antara kepala dan kaki, sehingga yang dilakukan adalah menyelimuti kaki dan mengompres kepala. Oya, di di Inggris anda juga tidak boleh memeluk anak anda saat panas karena dapat menyebabkan panasnya meningkat. 

Saking ketakutannya, saya dan suami kadang membawa anak ke dokter berkali-kali walaupun tidak diberi obat. Melihat track record bolak balik inipun dokter memberikan penjelasan ke kami soal panas pada anak. Menurutnya, panas pada anak itu tidak apa-apa. Dia akan bilang 'I'm still okay with temperature even around 38-39 degrees'  asal tidak diikuti dengan gejala lain seperti tidak makan, tidak pipis, lesu, atau nafas bunyi dan bercak kemerahan. Kalaupun anak step, menurutnya 'there's nothing you can do to prevent it, just let it be'. Di Inggris pemberian stesolit tidak diperbolehkan karena ditakutkan menyebabkan gagal nafas. Kalau step, mulut anak tidak boleh diganjal dengan apapun seperti di Indonesia. Menurut si dokter anak tidak akan menggigit lidahnya sampai ekstrim. Jadi kalau step di Inggris, anak hanya dimiringkan saja dan ditunggui hingga usai stepnya. Kalau lebih dari lima belas menit baru step dianggap berbahaya.

Alhamdulillah, sejak mengikuti prosedur tersebut, sudah hampir setahun si kembar tidak pernah step lagi walaupun masih terkadang demam. Insya Allah sehat terus ya...aamiin :D

Catatan:
Step = demam yang diikuti kejang selama 3-7 menit, istilah Inggrisnya febrile convulsion.

Friday, June 12, 2015

Rotherham BBQ Picnic


As the weather becomes warmer, last Saturday me and and a group of dear friends, went for a BBQ trip in Rotherham Park, just in the edge of Sheffield. Andra,  Gibran and Rara drove down from Edinburgh; and Cindy, Pandu and their baby boy Hanan came from Oxford. It was very nice to catch up with them and play around after a stressful presentation week beforehand.


Andra was 8,5 months pregnant but still very much active and able to play around happily with the twins who love their Tante Andra :D


We cooked BBQ beef ribs, shrimps and veggie satay, sausages, fries and ate in the meadow. As it is located next to a lake, there were quite a lot of duck poo (!) but we managed to find a cleaner space above the hill for our barbecue. Newly walking baby Hanan loved the park and played with dirt and grass before laying tired in the picnic mat.


 Thank you for the wonderful company, guys! Let's do it again after Andra's baby is born :D

(credit: all photo belongs to Andra + Gibran)

about compassion


Being born as twins means you have your special company for life.
But it also can become your never-ending bickering and fighting mate now and again (and again and again and again and again--you get what I mean).
I'm writing this in the middle of chaotic afternoon of packing and cleaning home before heading to Indonesia for my upcoming fieldwork.
The girls were fighting for food, toys, everything (!).
But then one of them lost her toy and the other found it for her and then hugged her.
It makes me feel slightly guilty having impatiently yelled one of them for spilling the milk to the carpet earlier.
Because showing emotion is important, but alas, showing compassion is forever necessary.

(top photos nandra (left) playing something that ditra (right) is obviously not happy of)

Wednesday, June 3, 2015

Things my twins said

The twins Ditra and Nandra have shown more and more personality these days.
I felt that I need to write down these moments of their lives and post it from time to time before it slipped away. They are just three and a half years olds, and they will say things so mature at one point and a very childish the seconds after (and learned how to tricked their parents for sure).

Earlier last month I went to a music concert with Anto. Naturally, seeing their parents (trying to) walk out the door, they eagerly reached to us and wanted to go along.

Parents: Ok, bye now, we'll see you soon tonight. You guys go with Grandma and Aunty, ok
Nandra (doting on her mom): This is my mommy! (meaning: mommy can't go)
Ditra (doting to her dad): But this is my family. My special family. (meaning: why can't I go too?)
Parents: (thinking of other way to persuade them to let us leave)
Aunty:  Who wants to shop at Home Bargain with Aunty?
Nandra (running to her aunty): err....okay
Ditra (running to her aunty too): I want belanja (I want to shop)
Dad (slightly hurt): Hei, you said it's your special family!

Lesson learned: My twins like shopping in a grocery store more than their parents (-.-")

Tuesday, February 10, 2015

How Not to Let People Walk All Over You

People are all over me these days. Need to consciously remind myself this following notes more often.


(notes taken from here)

follow me